IPS

Pertanyaan

Bagaimana kegiatan perekonomian di negara timor leste

1 Jawaban

  • Masyarakat di kawasan ini terbiasa hidup berdampingan secara ekonomi, mereka saling melengkapi di dua sisi batas negara tersebut.

    "Ada barang yang kita beli dari mereka, ada juga barang mereka beli dari kita," ujar Menoel Natalius, warga Desa Silawan saat ditemui di perbatasan, Kamis (5/11/2015).




    Ia mengatakan sejumlah barang yang sering dibeli warga Timor Leste di Indonesia adalah minyak goreng, terigu dan minuman ringan. "Barang-barang itu di kita lebih murah dibanding di Timor Leste," kata Eman warga lainnya..

    Sementara itu, sejumlah produk yang warga Indonesia beli dari Timor Leste adalah sosis, beras dan gula. "Beras 1 karung 35 kg harganya US$ 16 (Rp 216.000), Gula 1 Kg US$ 1 (Rp 13.500), sosis 1 bungkus US$ 1,5 (Rp 20.250)‎," katanya.

    Untuk barang-barang tertentu, warga perbatasan lebih suka belanja di Timor Leste karena harganya lebih murah daripada belanja di Indonesia. "Misalnya gula, kita belanja harga 1 kg Rp 15.000, mereka (Timor Leste) hanya US$ 1. Kurs sekarang Rp 13.500, lebih murah toh?" tanyanya.

    Pantauan detikFinance, warga perbatasan ini bebas saja lalu-lalang berbelanja dari sisi Timor Leste ke Indonesia maupun sebaliknya. Tampak sesekali orang sliweran membawa barang seperti minuman kemasan mau pun minyak goreng.

    Misalnya seorang anak berkebangsaan Timor Leste dengan santainya menumpang sepeda membeli sekantung minyak goreng dari Indonesia. Namun berbelanja pun tidak sebebas yang terlihat, karena ada batasan volume yang diizinkan. 

    "Misalnya beras cuma boleh 1 karung, gula cuma boleh 1 kg, sosis cuma boleh 1 bungkus. Kalau lebih dari itu, ditahan bea cukai. Jadi 1 hari cuma boleh beli itu saja," jelas Eman.

    Selain itu, perlakuan istimewa ini tak bisa dinikmati warga di desa lain. Hanya warga di Desa Silawan saja yang bisa keluar masuk dan bebas membeli barang di negara tetangga. Secara ketentuan, di kawasan perbatasan ada ketentuan pas lintas batas bagi warga terdekat.

    Eman merupakan warga Desa Silawan yang punya profesi sebagai porter yang punya tugas membantu pelintas mengangkut barang bawaan. Setiap membantu pelintas mendapat upah US$ 1-2.

    "Kalau ramai, kita orang bisa bawa pulang US$ 10-15 (Rp 135.000-202.500/hari), tapi kalau sepi hanya US$ 5-7 (Rp 67.500-94.500)," kata Eman.

    Eman tak sendirian, ada sedikitnya 90 orang warga Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu lainnya yang juga berprofesi sebagai porter di PLBN Motaain ini. Mereka terbagi dalam ‎6 kelompok yang masing-masing kelompoknya terdiri dari 15 orang.

    Sebanyak 6 kelompok porter ini bekerja secara bergantian dengan sistem giliran setiap harinya. Dalam sehari ada 2 kelompok porter yang bertugas.‎ 

    "Jadi kita kerja 1 hari, libur 2 hari," katanya.

    Selagi tak bekerja sebagai porter, Eman mengaku menyambung mata pencaharian sebagai petani, hingga tukang ojek. "Yang punya motor dia bisa tukang ojek, kalau kita tidak punya motor bekerja saja di rumah‎ saja, rawat-rawat kita punya ladang jagung," tuturnya.

    Ada pula warga yang berprofesi sebagai petani. Hanya saja, dengan kondisi musim kering seperti saat ini kegiatan pertanian tidak bisa dilakukan. 

    "Karena kita cuma bisa tanam padi kalau hujan datang. Kalau kering seperti ini tidak bisa," ujarnya.

    semoga membantu :)

Pertanyaan Lainnya